Ihsg.co.id- Pada perdagangan sesi I, Kamis (5/1/2023), Saham perbankan berkapitalisasi pasar terbesar (big bank), kompak ambruk hingga lebih dari satu persen.
Hingga pukul 09:38 WIB, empat saham ‘big bank’ terpantau ambles sekitar 1%, bahkan ada yang nyaris ambles 2%.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) memimpin koreksi yakni ambruk 1,89% ke posisi Rp 4.680/unit. Sedangkan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada diurutan kedua, yakni ambles 1,63% menjadi Rp 9.025/unit.
Kemudian ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang ambrol 1,25% ke Rp 9.900/unit dan terakhir, yakni saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang merosot 0,9% menjadi Rp 8.275/unit.
Bahkan, keempat saham big bank tersebut juga memberatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Melansir data dari Refinitiv, saham BBRI memberatkan IHSG hingga 12,4 indeks poin. Sedangkan saham BBNI memperberat indeks sebesar 3,3 indeks poin.
Berikutnya saham BMRI menjadi pemberat IHSG hingga 7,19 indeks poin, dan terakhir saham BBCA memberatkan indeks mencapai 5,5 indeks poin.
Melemahnya saham big bank terjadi setelah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) menyatakan komitmennya untuk memerangi inflasi dan mengharapkan suku bunga yang lebih tinggi tetap berlaku sampai lebih banyak kemajuan dibuat.
Hal ini dijelaskan dalam risalah pertemuan The Fed kemarin.
“Peserta umumnya mengamati bahwa sikap kebijakan yang membatasi perlu dipertahankan sampai data yang masuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada pada jalur penurunan yang berkelanjutan hingga 2 persen, yang kemungkinan akan memakan waktu lama,” berdasarkan ringkasan pertemuan.
“Mengingat tingkat inflasi yang terus-menerus dan tidak dapat diterima, beberapa peserta berkomentar bahwa pengalaman sejarah memperingatkan terhadap kebijakan moneter yang melonggarkan sebelum waktunya.”
The Fed yang masih ‘kekeuh’ menaikkan suku bunganya karena mereka melihat bahwa pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup kuat.
Dengan sikap agresif dari The Fed tersebut maka risiko resesi ekonomi global makin tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan untuk sebagian besar ekonomi global, 2023 akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global yakni AS, Eropa, dan China, semuanya mengalami aktivitas ekonomi yang melemah.