Ihsg.co.id- Presiden RI Joko Widodo, menyorot tajam dugaan skandal manipulasi Saham Adani Group milik pengusaha India Gautam Adani.
Jokowi sangat mewanti-wanti agar bursa saham di Indonesia, tidak melakukan hal yang demikian. Pasalnya, akan berdampak negatif pada perekonomian.
Bagaimana hukum terkait saham gorengan di Indonesia?
Jadi, saham gorengan dapat diartikan sebagai saham perusahaan yang kenaikannya di luar kebiasaan karena pergerakannya sedang direkayasa oleh pelaku pasar dengan tujuan kepentingan tertentu.
Dalam sejumlah literatur soal hukum pasar modal, seperti dalam Yoyo Arifardhani (2020) dan Mas Rahmah (2019), dijelaskan bahwa ada banyak jenis manipulasi pasar atau aksi goreng saham, mulai dari cornering the market, marking the close, painting the tape, pooling trading, hingga wash selling.
Cornering, contohnya, terjadi ketika pelaku membeli saham dalam jumlah jumbo dan kemudian menahannya (hold) sehingga dapat menguasai pasar. Kemudian, marking the close adalah upaya merekayasa harga permintaan atau penawaran saham menjelang penutupan perdagangan.
Istilah lainnya, painting the tape, yang merupakan kegiatan antara satu rekening efek dengan rekening efek lainnya yang masih dalam penguasaan satu pihak atau mempunyai keterkaitan tertentu sehingga tercipta transaksi semu.
Kemudian, wash selling, yang merupakan salah satu cara dari sang bandar memanipulasi transaksi seolah-olah bergerak wajar layaknya transaksi saham pada umumnya. Namun, sebenarnya proses tersebut dilakukan oleh satu atau beberapa oknum yang sama.
Dalam perbendaharaan perundang-undangan sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah ‘menggoreng saham’. Sebagai padanannya, Undang-Undang (UU) No 8/1995 Tentang Pasar Modal, terutama pada Bab XI, menggunakan istilah penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam.
Tiga pasal yang menjelaskan mengenai larangan upaya ‘menggoreng’ saham adalah Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 UU No 8/1995.
Dalam Pasal 91 UU No. 8/1995, misalnya, dijelaskan, “Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek.”
Kemudian, Pasal 92 menjelaskan, “Setiap pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan dua transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.”
Manipulasi pasar macam di atas sendiri dilarang dan diancam dengan sanksi pidana. Mengacu pada Pasal 104 UU 8/1995, pelanggaran terhadap ketiga pasal di atas–Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 –diancam dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.